Kau ciptakan malam dan aku yang membuat pelita. Kau ciptakan tanah liat dan aku yang membuat piala. Kau ciptakan sahara, gunung-gunung, dan belantara. Aku juga membuat kebun anggur, taman-taman, dan padang tanaman. Akulah yang merubah batu menjadi cermin. Akulah yang telah merubah racun menjadi obat penawar.( Muhammad Iqbal)
MY IKLAN
SELAMAT DATANG DI DUNIA INSPIRASI YANG PENUH RASA
JIKA HALAMAN INI MERUPAKAN SEBUAH PINTU, DARI MANA SAJA BOLEH MASUK DEMI MEMBANGUN SILATURRAHMI FIKRI, JIKA JENDELA HALAMAN INI BAGAI DANAU SIAPA SAJA BOLEH MANDI DAN BERENANG BAHKAN JIKA HAUS BOLEH MINUM JIKA BISA MENJADI SEBUAH HIKMAH, KARENA HALAMAN INI DI PELIHARA DEMI SEBUAH RUMAH SENI SASTRA YANG INGIN JADI RUMAH PENGETAHUAN. SEMOGA YANG MAMPIR SELALU MENDAPAT KEINDAHAN
Rabu, 29 Agustus 2012
TAK KUASAKU MENJADI PECUNDANG
Melalui do'a yang terpinta pada-Mu Tuhan
Mungkin satir dosa masih terlalu tebal di dinding jiwa
Pikiran terlalu kacau menjangkau derajat seorang hamba
Alam yang fana ini terlalu bising untuk ketenangan batin
Jangankan menyelamatkan diri dari maksiat yang nyata
Dari diri sendiri saja seakan susah menjaga indra
Ingin rasanya aku tinggalkan keinginan
Namun sayang hutang budiku pada harapan belum terlunaskan
Mungkin dahaga haus dan lapar bisa tertahan sekuat kemampuan
Tapi kemanusiaan ini tidak semata demi mengisi kantong badan
Ingin aku lupakan tentang kehormtan dan kesempurnaan
Tapi seakan tak sanggup ingkari budi pekerti tentang keindahan
bahkan tak pernah tahu tentang sejarah kejahatan yang membawa kebahagiaan
Jika demikian izinkan kami kembalikan lemahnya kemampuan dalam keyakinan
Hanya Kepada-Mu Tuhan takdir segala suratan berjalan di atas alam

Selasa, 28 Agustus 2012
WAJAH-WAJAH BANGUNAN MATI SEPANJANG JALAN LUMPUR LAPINDO
Bencana itu telah meninggalkan catatan tahun berlalu
Menyisakan rasa luka yang pilu
Dinding-dinding rumah yang kokoh dahulu
Pernah megah menghias pinggiran jalan pada masa itu
Hari ini berselimut debu
Yang terus layu tanpa penunggu
Warna cat yang terus memudar
Semakin jelas menyisakan bekas kekejaman
Dari penindasan yang tanpa ampun
Di balik kapitalisme perekomian zaman
Jalan beraspal di sepanjang perlintasan lumpur LAPINDO
Adalah saksi bisu tentang kematian suatu kampung halaman
Yang menampung puing-puing bangunan alpa tanpa nilai rupiah
Hingga rumah-rumah itu seakan malu pada mobil-mobil mewah yang melintas sepanjang masa
Bangunan redup tanpa cahaya sepanjang jalan
Seakan ingin mengemis pada keramaian
Namun tetap saja bumi lapindo bagai tak bertuan
Karena hak-hak kemanusiaan selalu harus kalah dibalik segala keadilan

Langganan:
Postingan (Atom)